KBR Ruang Publik Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara

Konten [Tampil]
NLR Indonesia adalah sebuah organisasi yang fokus pada isu kusta dan pembangunan inklusi disabilitas. Salah satu konsennya adalah kampanye kesadaran akan kusta dan upaya melawan stigma di masyarakat. Saluran yang digunakan untuk kampanye beragam, salah satunya melalui live youtube KBR Ruang Publik. Seperti yang saya ikuti beberapa waktu lalu bersama teman-teman Bloggercrony Community dalam Talkshow KBR Ruang Publik yang mengangkat Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara bagi penyandang kusta dan down syndrome.

Pembahasan kali ini menurut saya sangat unik karena membahas stigma tidak hanya pada kusta namun juga membahas tentang down syndrome. Tema ini diangkat bertepatan dengan peringatan hari down syndrome sedunia yang dirayakan setiap 21 Maret.
lawan stigma untuk dunia yang setara
Live youtube talkshow selama satu jam bersama KBR Ruang Publik dipandu langsung oleh Ines Nismala (Host KBR). Live talkshow juga menghadirkan dua narasumber yaitu dr. Oom Komariah, M.Kes selaku Ketua Pelaksana Hari Down Syndrome Dunia (HDSD) dan Uswatun Khasanah yang merupakan Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK).

Disadari atau tidak stigma terhadap penyandang disabilitas baik itu karena kusta atau ragam disabilitas menimbulkan diskriminasi di masyarakat. Kondisi ini mengakibatkan penyandang disabilitas tidak mendapat kesempatan yang sama seperti masyarakat non-disabilitas lainnya dalam berbagai aspek.

Pun dengan penyandang down syndrome. Sama halnya seperti penyandang kusta, mereka juga melakukan upasa menyuarakan perjuangan mereka dalam melawan stigma. 

Untuk itu sebagai bagian dari masyarakat kita perlu memberikan dukungan kepada mereka. Mereka sama dengan orang pada umumnya, memiliki kesempatan hidup yang sama. Tentu stigma ini tidak boleh dibiarkan terjadi dan yang bisa kita lakukan dalam menyikapinya dengan menolak stigmanya, bukan orangnya.

A. Stigma pada Penyandang Kusta dan Down Syndrome

Stigma disabilitas tidak hanya terjadi pada penyandang kusta. Penyandang down syndrome juga merasakan bagaimana stigma buruk diberikan kepada mereka. Akibatnya, mereka tidak bisa hidup dan bersosialisasi dengan masyarakat pada umumnya.

Pemahaman yang keliru dan ditanamkan secara turun temurun di masyarakat menjadi salah satu penyebabnya. Untuk itu perlu adanya kampanye penyadaran kepada masyarakat sehingga mereka tidak lagi terperangkap dalam stigma negatif tentang kustda dan down syndrome.

Stigma yang dilekatkan pada penyandang kusta adalah bahwa kusta ini merupakan penyakit kutukan. Sedangkan penyandang down syndrome, sebagai salah satu ragam disabilitas intelektual, sering kali lekat dengan stigma bahwa mereka adalah orang dengan gangguan kejiwaan.

Tentu kondisi seperti ini perlu diluruskan agar bisa saling menguatkan, salah satunya dengan pemahaman apa itu kusta dan down syndrome.

B. Mengenali Kusta Lebih Dekat

lawan stigma untuk dunia yang setara
Untuk bisa lepas dari stigma yang beredar dan berkembang di masyarakat, serta mitos yang memang masih melekat pada kebanyakan orang maka kita perlu memahami tentang kusta itu sendiri,

1. Kusta, Benarkah Kutukan?

Benarkah kusta merupakan sebuah kutukan seperti yang melekat dalam stigma yang diberikan masyarakat?

Technical Advisor dari NLR Indonesia, dr. Astri Febriana menjelaskan bahwa kusta adalah penyakit menular yang sifatnya kronis atau jangka lama. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini menyerang kulit dan syaraf di ujung-ujung tubuh atau saraf tepi.

Sama halnya dengan penyakit lain, yang perlu dipahami oleh semua orang adalah memiliki bekal dan pengetahuan tentang apa itu kusta, gejala-gejala kusta, jenis dan cara mengatasinya. 

Jika mengalami gejala yang mengarah kepad akusta maka segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui fasilitas kesehatan sehingga bisa dicegah lebih dini. Tujuannya adalah agar kita bisa mencegah disabilitas karena kusta. Ini harus dilakukan, karena ketika kusta tidak diatasi dengan baik akan bisa menyebebkan disabilitas.

2. Kusta, Bisa Sembuh.

Kusta bisa disembuhkan, dan kita pun harus membuang stigma buruk tentang kusta. Kita bisa belajar dari perjalanan OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta), Uswatun Hasanah. 

Dia mengalami kusta basah pada usia 14 menuju 15 tahun. Gejala yang dialami yaitu munculnya bercak lebih dari lima yaitu bercak putih kemerahan dan juga mengalami mati rasa.
Pencegahan kusta dengan disiplin minum obat sesuai resep dokter, mengonsumsi makanan bergizi, istirahat cukup, dan kita harus melakukan olahraga.
Uswah memaparkan bahwa respon orang sekitar atau keluarga dekat saat mengetahui dia mengalami Kusta adalah merasa sedih dan syok. Namun demikian respon positif dari keluarga dalam menyikapi yang terjadi pada Uswah membuatnya bisa survive dan akhirnya sembuh.

C. Mengenal Lebih Dekat Down Syndrome

1. Down Syndrome, Gangguan kejiwaan?

Pertanyaan yang perlu digaris bawahi oleh semua orang terkait stigma bahwa down syndrome merupakan gangguan kejiwaan adalah benarkah Down Syndrome gangguan kejiwaan?

Dilansir dari klikdokter.com, Sindrom Down atau Down Syndrome merupakan suatu kelainan genetik karena munculnya kromosom ekstra pada kromosom 21. Normalnya, seseorang hanya memiliki 46 kromosom. Namun pada penderita sindrom Down terdapat 47 kromosom karena adanya kromosom ekstra.

Para penyandang down syndrome sangat membutuhkan perhatian dan dukungan utamanya dari orang-orang dekat, seperti keluarga dan secara umum dukungan dari masyarakat luas. Dukungan ini perlu diberikan agar mereka tidak mengalami diskriminasi dan bisa menjalani aktivitas hidup seperti orang pada umumnya.

2. Mereka juga Bisa

Anak down syndrome sebetulnya bisa melakukan apa yang orang lain bisa lakukan. (dr. Oom Komariah, M.Kes.)
Stigma yang berkembang di masyarakat terkait Down syndrome adalah lekat sekali dengan penyakit kejiwaan, idiot, tidak bisa ngapa-ngapain, Ini membuat orang tua cenderung menarik diri.

Bekal pengetahuan dari tenaga kesehatan tentang down syndrome juga berpengaruh pada penyampaian ke orang tua yang baru saja melahirkan anak dengan down syndrome.

Akibat dari informasi yang tidak menyeluruh dan tidak disampaikan dengan kepada mereka yang melahirkan anak down syndrome membuat mereka pada orang tua memilih mendiamkan anak di rumah.

Dampak lebih luasnya adalah anak tidak mendapatkan intervensi, stimulasi, yang pada akhirnya anak tidak bisa melakukan apapun seperti terlambat berjalan, tidak bisa bicara. Selain itu, karena stigma diluaran membuat mereka terdiskriminasi dari keluarga.

Informasi dan sosialisasi perlu dilakukan secara masih agar bia sampai pada mereka yang sulit mengakses informasi ataupun tidak pernah mendapatkan informasi tentang stigma yang beredar. 

Sebagai contoh, saat informasi dan sosialisasi tentang down syndrome belum diterima oleh mereka di pelosok, maka terjadi kondisi yang memprihatinkan. Anak dengan down syndrome tidak mendapatkan perlakuan yang tepat, bahkan di pelosok-pelosok masih terdapat yang memasung penyandang down syndromemelakukan pemasungan seperti yang mereka dapatkan secara turun temurun.

3. Saat Anak Down Syndrome

Dalam talkshow ini dr. Oom Komariah, M.Kes banyak bercerita tentang pengalaman berat yang dirasakannya saat mendapati anaknya mengalami Down Syndrome. 

Sebagai orang tua yang tahu teori tentang down syndrome, biasa berinteraksi dengan anak down syndrome, sama sekali tidak merubah pikiran terhadap anak di masa akan datang. Seperti bagaimana besarnya mereka nanti, apakah mereka tidak akan dicemooh?
lawan stigma untuk dunia yang setara
Perasaan yang tidak karuan, pikiran bercampur aduk menimbulkan pikiran-pikiran negatif, sangat dirasakannya. Dia bersyukur karena Tuhan memberikannya ketegaran, di dukung juga oleh keluarga terdekat sehingga terjauhkan dari hal negatif yang bisa terjadi akibat tekanan psikis ataupun akibat stigma yang berkembang di masyarakat.

Saat orang tua mendapati anak down syndrome, dr. Oom mengarahkan kepada orang tua untuk bergerak cepat. Orang tua harus segera mencari komunitas agar bisa menjadi penguat. 

Tujuan dari bergabung dengan komunitas adalah agar orang tua tetap bisa berpikir positif. Bisa memperlakukan anak seperti anak pada umumnya. Bisa memberikan hak mereka untuk bisa hidup dengan layak seperti non-disabilitas.

D. POTADS Hadir untuk Down Syndrome

POTADS adalah Persatuan Orang Tua Anak Dengan Down Syndrome yang didirikan oleh para orang tua dengan anak down syndrome. Ini muncul karena pada era sebelum 2003 informasi mengenai down syndrome di masyarakat sangat kurang. 

Selain itu, pada saat itu tidak ada komunitas yang bisa digunakan untuk saling berbagi informasi, saling berbagi pengalaman. Informasi apa yang harus mereka lakukan saat memiliki anak dengan Down Syndrome juga sangat kurang. Sehingga didirikanlah kemudian POTADS.

POTADS yang hingga saat ini sudah memiliki 10 cabang hadir di tengah masyarakat dan bekerjasama dengan rumah sakit dalam memberikan dukung kepada orang tua yang melahirkan anak down syndrome dengan program-programnya.

Diantara programnya adalah saat ada orang tua melahirkan anak down syndrome maka POTADS akan hadir memberikan paket berisi informasi tentang down syndrom. Informasi yang diberikan berisi tentang terapi, pengobatan apa yang harus di jalani, skrining terhadap kesehatan atau penyakit-penyakit penyerta pada penyandang down syndrom.

POTADS memiliki visi menjadi pemberi informasi terlengkap tentang down syndrome terlengkap di Indonesia selain memiliki tujuan memberdayakan orang tua anak dengan down syndrome untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak dengan down syndrome.

Selain pemberian paket informasi lengkap terkait down syndrom, POTADS juga menyelenggarakan seminar edukasi, seminar psikologi, terapi atau kesehatan yang diberikan kepada orang tua.

Program lainnya adalah dengan mendirikan rumah ceria down syndrome bagi anak-anak. Mereka bisa mengikuti pelatihan-pelatihan, seperti pelatihan musik, drumband, barista, angklung, dan banyak pelatihan lain untuk mendukung tumbuh kembang mereka.


E. Kesimpulan

Stigma yang berkembang di masyarakat bisa merampas hak anak untuk bisa tumbuh dan berkembang secara layak dan optimal. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam keseharian mereka dalam beraktivitas. Hak untuk mendapatkan pendidikan, pelatihan, ataupun aktivitas lainnya.

Stigma negatif tentunya jika dibiarkan terus berkembang akan membuat penyandang ataupun ornag disekitarnya tertekan secara kejiwaan. Khususnya pada orang tua yaitu ibu dengan anak down syndrome tekanan yang dirasakan akan sangat berat. Pikiran mereka tidak tenang, dan kejiwaan mereka mengalami tekanan.

Sudah saatnya kita bersama menghapus stigma setelah mengetahui apa sebenarnya kusta dan down syndrome. Bahwa baik kusta ataupun down syndrome tidak ada kaitannya dengan mitos. Kita bisa menjadi bagian dari masyarakat yang ikut memberikan edukasi, menyebarkan informasi yang benar tentang kusta, down syndrome ataupun lainnya yang sangat erat dengan stigma buruk di masyarakat. 

Sekaranglah waktu yang tepat untuk menghapus stigma yang memang bisa berasal dari dalam diri, keluarga atau dari luar keluarga. Untuk menghapusnya maka perlu membangun kepercayaan diri dan terus ikut serta dalam melakukan sosialsiasi, memberikan edukasi tentang apa yang sebenarnya.

Related Posts

41 comments

  1. Terus terang, walaupun aku termasuk yang melek teknologi dan mudah akses informasi, namun pemahamanku terhadap sakit kusta masih sedikit sekali. Dan, tulisan ini berhasil menyajikan satu sudut pandang baru terhadap sakit kusta ini. Dan, ya, apapun penyakitnya, sudah sepatutnya tidak dilabeli dengan berbagai stigma ya.

    ReplyDelete
  2. Dibutuhkan rasa awarness pada masyarakat bahwa penyakit kusta itu tidak semudah yang dibayangkan bila bertemu langsung kena.Butuh proses biasanya ini terjadi jika tinggal seatap ya kak

    ReplyDelete
  3. Saya juga baru belajar soal inklusi ini kakak. Ternyata memang mewujudkan lingkungan inklusi ini butuh banyak dukungan dari berbagai pihak. Soalnya inklusi ini cakupannya begitu luas

    ReplyDelete
  4. Acara dari KBR tetap memberikan inspirasi terhadap preventif dan sosialisasi pentingnya kepedulian terhadap klien kusta, mereka memiliki hak yang sama di sektor apa pun.

    ReplyDelete
  5. Kusta dan down syndrome masih dapat pandangan miring ya di Indo, seperti TBC yang sekarang mulai banyak awareness ke masyarakat Indonesia bahwa bisa sembuh jika minum obat sesuai anjuran dokter. Kusta pun seperti itu

    Kalau down syndrome itu salah satu cirinya yang muka mongol itu ya, ka? Suka sedih juga sih saya melihat anak DS dan ingin bilang ke orang tuanya, "Semangat, Pak, Bu!"

    ReplyDelete
  6. Saya suka banget dengan judul eventnya LAWAN STIGMA UNTUK DUNIA YANG SETARA. Jika kita cermati, maknanya sungguh dalam dan luar biasa. Bukan hanya untuk penyakit kusta dan penderita serta down-syndrome, tapi juga aplikatif untuk semua penderita disabilitas lainnya.

    Event-event seperti ini tuh sebaiknya rutin dilaksanakan. Agar pengetahuan serta mindset masyarakat akan dunia disabilitas dan stigma-stigma negatif yang muncul karenanya bisa diminimalisir.

    ReplyDelete
  7. stigma tuh bener2 membunuh mental

    saya penderita epilepsi yang sering disebut penyakit kutukan

    jadi paham apa yang dialami penderita down syndrome dan kusta

    ReplyDelete
  8. Program Talkshow KBR Ruang Publik yang mengangkat Lawan Stigma untuk Dunia yang Setara bagi penyandang kusta dan down syndrome ini sangat bermanfaat sebagai ajang sosialisasi ke masyarakat. Blogger yang menuliskannya pun telah turut mendukung untuk itu. Semoga hasilnya sesuai harapan semua orang.

    ReplyDelete
  9. Stigma terhadap kusta dan DS bisa kita hilangkan kalo kita sama-sama mau edukasi byk org bahwa mereka jg bs beraktivitas, berkarya dan produktif

    ReplyDelete
  10. Ah bener ini, yang mesti di lawan dan dipunahkan itu stigma negatif masyarakat pada penyandang kusta dan juga down syndrome.

    Kusta itu bukanlah sebuah kutukan dan anak dengan down syndrome pun dengan bimbingan dan dukungan orang tua dan masyarakat, bisa juga berkarya

    ReplyDelete
  11. Saya setuju banget untuk terus mengkampanyekan menghapus stigma buruk terhadap penderita penyakit apapun itu. Mereka sakit bukan keinginan lho... Bayangkan jika kita atau keluarga kita yang sakit, bagaimana perasaan saat menerima Stigma yg buruk?

    ReplyDelete
  12. Ihh setuju nih tentang Down Syndrom, padahal mereka juga bisa seperti anak normal tapi stigma masyarakat suka bikin mereka jadi kecil hati.

    ReplyDelete
  13. Saya jadi ingat jaman masih kecil dulu selalu ikut mama ke puskesmas karena mama saya bidan, dan banyak banget poster2 tentang kusta. Ternyata kusta bisa sembuh ya

    ReplyDelete
  14. Sepertinya sejak dulu saat kukecil ayah pernah cerita kalau orang yang kena kusta itu dijauhi karena pada takut ketularan, ngeri soalnya. Kalau Down Syndrome aku pun setuju bahwa mereka sebenernya cerdas dan bisa melakukan kegiatan seperti orang normal kebanyakan, tapi memang perlu ekstra lebih. Memang keduanya jangan didiskriminasikan

    ReplyDelete
  15. melawan stigma memang perlu gerakan yang serentak dan melibatkan banyak orang..biar efeknya terasa ya..Apalagi stigma terhadap pengidap kusta dan downsydrome..

    ReplyDelete
  16. Miris banget ya ini, di masa kayak sekarang masih ada aja diskriminasi dan stigma buat para disabilitas. Tapi iya, hal ini terjadi mungkin karena kurang edukasi dan sosialisasi. Semoga deh, ke depannya akan semakin berkurang, ya. Sebab memang para disabilitas pun berhak hidup layak seperti kita semua.

    ReplyDelete
  17. Salut dengan KBR, konsisten menggaungkan penyakit kusta untuk tujuan edukasi masyarakat. Agar stigma yg selama ini tumbuh kuat bisa dihilangkan ya, pak.

    ReplyDelete
  18. Bersyukur sekali masyarakat sudah banyak yg aware tentang isu kusta ini. Semoga stigma yang melekat pada kusta bisa segera hilang ya.

    ReplyDelete
  19. Sosialisasi KBR untuk masalah kesehatan seperti kusta dan down syndrom ini patut diacungi jempol. Dampaknya bagus sekali, banyak masyarakat jadi teredukasi tentang informasi yang sesuai fakta, dan akhirnya meminimalisasi info-info yang awal yang hanya sekedar mitos belaka

    ReplyDelete
  20. Bagus ya talkshow yang diadakan KBR ini. Membuka mata untuk peduli dengan orang-orang yang biasa dipinggirkan karena keadaan.

    ReplyDelete
  21. Acara kaya gini tuh tujuannya memang menyadarkan masyarakat kalau kusta dan down syndrom tuh nggak boleh dipandang beda. Beberapa kali ikut acara KBR tentang kusta dan dijelaskan kalau udah diobati nggak akan menular. Efek kusta memang nggak bisa sepenuhnya sembuh tapi penyakitnya bisa sembuh.

    ReplyDelete
  22. komunitas orang tua dengan anak down syndrome ini benar-benar membantu. pernah punya guru dengan putra disabilitas gini, beliau cerita banyak perjuangannya dan itu benar-benar luar biasa

    ReplyDelete
  23. wah, kita satu room ya pak, aku sampai iba mendengar kisah Bu de oom komariah. pengen peluk dari jauhhhhh, teringat teman yang kebetulan juga dikasih anah sama, amanah anak down syndrom

    ReplyDelete
  24. Nambah ilmu banget. Pembahasan seperti ini harus banyak di kuliti lagi. Jadi generasi sekarang setidaknya melek ilmu dasar

    ReplyDelete
  25. Bener banget masyarakat dari berbagai kalangan entah anak muda, emak2 atau siapapun setidaknya harus paham dasar2 keilmuan seperti ini. Sehingga tidak ada dunia berbeda bagi mereka (kusta dan downsnydrome). Perlakuan orang lain seperti kau ingin diperlakukan

    ReplyDelete
  26. Sebagai orang awam, seringkali memang ada stigma yang negatif mengenai penyandang down syndrome. Begitu juga untuk kusta. Namun, dengan adanya sosialisasi ini akan memberikan kekuatan bagi penderita dan juga menyadarkan maysrakat supaya ikut menguatkan penderita.

    ReplyDelete
  27. Sosialisasi ini memang harus berkelanjutan dan terjadwal, karena masih ada saja yang memiliki stigma negatif ya

    ReplyDelete
  28. Tulisan ini baiknya dibaca oleh seluruh masyarakat agar mereka tahu bagaimana cara menyikapi sebuah masalah, adanya stigma negatif juga tidak baik

    ReplyDelete
  29. Setiap mengantar anakku ke sekolah kadang aku lewat sekolah SLB dan bertemu orang tua yg mengantar anaknya sekolah, pengen sekali bilang ke mereka, kalian orang tua hebat.
    Btw acara seperti ini sebaiknya sering dilakukan juga di daerah pedesaan atau pinggiran kota seperti tempat tinggalku, soalnya disini banyak masyarakat yg belum melek gadget yg secara nggak langsung menghambat informasi

    ReplyDelete
  30. stigma mengenai kusta ini memang harus lebih gencar agar masyarakat pun tidak terlalu mendiskriminasi para pengidap kusta. Apalagi saat ini kusta sudah ada obatnya.

    ReplyDelete
  31. Saya lebih setuju klu Stigma negatif itu dicegah dari awal.
    Semoga sosialisasi ini ke masyrkat awam ya kak supaya mereka paham dan mengerti.

    ReplyDelete
  32. Aku kadang suka nonton KBR Ruang Publik ini. Seru dan jadi tambah pengetahuan tentang kusta. Mereka ini sama kaya kita. Jadi gak perlu dijauhi. Bisa sembuh juga kan

    ReplyDelete
  33. penyakit kusta dan down syndrome ini kayaknya memang masih kurang ya sosialisasinya di msyarakat kita. aku sendiri juga dulu benar-benar nggak tahu kalau kusta itu proses penularannya lama dan bisa sembuh juga. semoga ke depannya masyarakat kita bisa lebih mengetahui tentang hal ini

    ReplyDelete
  34. salut sama mereka yang berjuang di jalur ini mbak uswahmaupun dr oom ya, saat ini diskriminasi sangat ketara masihan alih2 menlindungi malah membuat penyintas merasa di asingkan .. ya gak sih, tapia danay edukasi kayak gini setidaknya membantu masyarakat agar terbuka wawasannya terkaitkusta

    ReplyDelete
  35. Di tempatku ada orang yang punya penyakit kulit dan mungkin bisa dibilang kusta. Namun ia terlihat begitu semangat menjalani hidup dari raut wajahnya yang terlihat bahagia. Saya pun tidak akan pernah berlaku atapun berpikirian negatif terhadapnya karena sesungguhnya ia pun ingin seperti orang pada umumnya, dan saya pun bersykur dengan apa yang Tuhan berikan padaku sekarang. Seharusnya semua orang seperti itu.

    ReplyDelete
  36. Kalau ditempat saya, anak-anak dengan down syndrom banyak disekolahkan di sekolah khusus dimana banyak teman-temannya yang mengalami demikian. Saya yakin itu akan memperkuat mentalnya kedepannya.

    ReplyDelete
  37. Kusta itu aslinya bisa sembuh ya, tapi stigma buruk masyarakat mengatakan kalau penyakit kusta ialah penyakit kutukan.

    ReplyDelete
  38. Baca artikel ini jadi tertampar. Selama ini, kadang merasa tak beruntung atau diri tidak sempurna, padahal alhamdulillah sehat lahir dan batin. Mengetahui masih adanya stigma buruk masyarakat kepada peyandang kusta dan down syndrome, tak kebayang bagaimana mereka atau orang tua mereka membangun semangat untuk bisa lebih sehat dan diterima masyarakat.

    ReplyDelete
  39. Stigma yang negatif sering beredar di masyarakat membuat mental penyangdang penyakit tsb terkesan malah membuat down ya kk, semoga kita bisa mengubah perspektif itu stelah membaca artikel ini

    ReplyDelete
  40. Adanya POTADS sangat membantu para orang tua dengan anak down syndrome untuk saling bersinergi dan saling menguatkan demi kemandirian anak dengan down syndrome.

    ReplyDelete

Post a Comment